Selasa, 28 April 2015

Pendidikan Karakter di tengah KPK Vs Polri dan Ancaman Perdana Menteri Australia

Pendidikan Karakter di tengah KPK Vs Polri dan Ancaman Perdana Menteri Australia

            Pendidikan merupakan hal yang sangat utama dan pertama dalam berkehidupan. Kehidupan manusia tanpa pendidikan, layaknya binatang hidup berpindah tanpa tujuan dan arah. Pemikiran manusia harus terus dididik guna menjadikan pemikiran yang lebih dewasa dan mampu menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dalam menjalani kehidupan.
            Bagaimana kabar pendidikan Indonesia hari ini?
            Rasanya penuh dengan kedilemaan, satu sisi guru harus memberikan pengajaran dan pendidikan kepada siswa, namun sisi lain kehidupan elit pejabat bangsa ini mempertontonkan ketidaksamaan dengan nilai-nilai edukasi. Sudah menjadi rahasia umum, apa yang terjadi di antara perseteruan antara KPK dan Polri. Sama-sama sebagai penegak hukum, namun kenyataannya, orang yang tahu hukum seakan mempermainkan hukum, mungkin itu hanya sekadar oknum semata. Terlepas dari itu oknum saja, kenyataannya generasi muda seakarang seakan bingung siapa yang harus menjadi panutan dan apa yang harus dipanuti dari sifat dan sikap elit pebajat bangsa ini, terlebih kalangan penegak hukum.

            KPK sebagai lembaga yang konsen di pemberantasan korupsi, nyatanya sulit juga ketika akan mengungkap kasus korupsi di lembaga sebesar Polri. Kejadian semacam ini yang seakan mendapatkan perlawanan balik, bukan hanya sekarang, namun dulu ketika di masa Presiden SBY pun terjadi hal yang sama, hingga ada istilah Cicak Vs Buaya.
            Sekali lagi, generasi muda bangsa ini bingung, mana penegak hukum yang benar-benar menegakan hukum. Belum lagi kasus seorang nenek yang mencuri Kakao dipenjara sekian tahun, namun koruptor seakan masih bebas lalu-lalang tebar pesonan saat akan dan setelah pemeriksaan di gedung KPK. Kami guru dan siswa butuh panutan yang memang patut untuk dipanuti.
            Belakangan ini, setelah isu KPK-Polri agak mereda, ternyata ada goncangan lagi dari negara tetangga, Australia. Perdana menterinya mengungkit bantuan Tsunami dulu untuk ditukar dengan pembebasan terpidana gembong narkoba, tentunya hal ini menyulut masyarakat Indonesia, khususnya Aceh, hingga terinspirasi mengumpulkan koin guna membayar jasa Australia. Sikap semacam itu bukan sikap negarawan sejati. Tentunya permintaan PM Australia tersebut membuat kita bertanya ulang, apakah gembong Narkoba di sana dipelihara? Sehingga ketika mendapatkan hukuman mati di Indonesia seakan keberatan? Kalaulah gembong narkoba tersebut tidak mau dihukum mati, maka jangan lakukan kejahatan di Indonesia, sebab Indonesia memiliki kedaulatan hukum sendiri, guna melindungi warganya.
            Generasi muda kita masih bingung siapa dan apa yang harus diteladani? Dan masihkah ada orang yang patut diteladani di tengah berbagai kasus bangsa ini?

           

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar