Usaha pemerintah tehadap dunia pendidikan harus benar-benar terlihat nyata. Bukan tanpa alasan, banyak kabar yang menyatakan kebocoran soal dan beredarnya kunci jawaban bukan hal sepele yang mampu dimaafkan begitu saja. Namun, harus ada tindakan nyata berupa hukuman dari pemerintah terhadap pembocor soal Ujian Nasional.
Berbagai kalangan yang tergabung dalam elemen masyarakat yang cinta akan dunia pendidikan, menyatakan agar pemerintah secara tegas menindak setiap kejahatan dalam dunia pendidikan, khususnya perihal kebocoran Ujian Nasional. Elemen tersebut yakni Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI), Gerakan Masyakarat Peduli Pendidikan (GMPP), Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip), Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) dan Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI).
Ada beberapa indikasi yang menyatakan terjadinya jual beli kunci jawaban yang terjadi di kalangan siswa. Ntah karena alasan apa, siswa ternyata lebih percaya kepada orang lain dibandingkan kepada dirinya sendiri, khususnya dalam mengerjakan Ujian Nasional. Bahkan, ada kalangan dari FGII menemukan adanya iuran, semacam patungan dari siswa yang menginginkan kunci jawaban dengan mengumpulkan uang sebesar Rp. 50.000 – Rp. 70.000 per orang. Bahkan iuran tersebut sudah pofesional sampai ada di setiap kelasnya semacam kordinator yang tugasnya mengumpulkan uang iuran tersebut dan menjadi pusat jawaban Ujian Nasional.
Cara kerjanya cukup bagus dan lihai, sebab penyebaran kunci jawabannya pun menggunakan perkembangan teknologi. Di antara terkonologi yang digunakan yakni melalui grup chatting baik di Line maupun Whatapp, dengan nama grup yang begitu bagus,”Generasi Penerus Bangsa” atau “Cinta Tanah Air.”
Indikasi kebocoran tersebut langsung ditindak lanjuti oleh pihak Ombudsman Perwakilan Jawa Barat yakni Haneda Sri Lastoto yang menyatakan, proses penyelidikan kebocoran soal harus segera disikapi oleh berbagai pihak.
Seyogianya kejadian ini memberikan pembelajaran bagi kita selaku bangsa Indonesia agar lebih percaya diri, yang tentunya ditunjang dengan proses pembelajaran yang rajin. Kurang percaya diri siswa tersebut, bukan salah 100% guru selaku pengajar, namun kalangan siswa yang mungkin lingkungannya yang kurang baik, jangankan belajar, masuk sekolah saja jarang. Hal tersebutlah yang menjadi pondasi awal kurang percaya dirinya siswa akan kemampuan dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar