Senin, 31 Agustus 2015

Kearifan Lokal yang Terlupakan oleh Gengsi Zaman Modern

Zaman terus berjalan. Perjalanan zaman tidak hanya perjalanan waktu, namun menyisakan berbagai keuntungan dan problematika. Satu sisi memiliki manfaat yang sangat bagus, seperti adanya teknologi internet, kini tidak ada jarak antara satu daerah dengan daerah lain, setiap orang yang terkoneksi dengan internet akan saling berhubungan (komunikasi), namun sisi lainnya, tidak dipungkiri individualis akan terus berjalan, sebab orang lebih sibuk dengan kehidupan sendirinya bersama teknologi, seakan membiarkan orang di sampingnya tak saling tegur sapa.

            Belakangan ini, orang yang tidak tahu dan tidak mampu IT, rasanya sangat memalukan, minimalnya mampu menggunakan Handphone. Tak sedikit pelajar yang usianya masih belia sudah membawa HP ke mana-mana, termasuk ke sekolah, bagi sebagian sekolah hal tersebut diperbolehkan, namun sebagian lagi dilarang. Terlepas dari itu semua, ada beberapa catatatan yang patut kita perhatikan, di antaranya remaja kita semakin tinggi gengsinya ketika mengerjakan hal yang berbau adat istiadat, kesenian daerah, kearifan local. Masih adakah remaja yang mau menari Jaipong, selain agenda pembelajaran seni Tari? Rasanya sulit, walaupun memang masih ada. Masih adakah remaja yang rela ikut orang tuanya yang berpekerjaan sebagai petani, hingga remaja tersebut ikut menanam padi dan memanennnya? Jarang hal tersebut kita temui, sebab gengsi zaman modern ini yang membawa mereka seakan asing dengan kearifan local di sekelilingnya.
            Catatan lainnya yang cukup menggelitik, anak sekarang sudah tak mengenal permainan local, seperti petak umpet, pecle, atau permainan lainnya yang berbau kedaerahan. Mereka lebih asyik dengan permainan (game) onlinenya, rela menghabiskan uang Rp. 5000 hingga Rp. 20.000 setiap harinya.
            Tak sedikit anak sekolah yang berangkat dari rumah dan diberi bekal oleh orang tuanya, ternyata tidak sampai ke sekolah, melainkan berbelok ke warnet. Sungguh dilema sekali pendidikan zaman sekarang, sudah kebijakan pemerintah yang seakan menyulitkan guru (terlebih honorer dan sukwan) , ditambah kelakukan anak didik yang sudah terbawa arus teknologi. Bagi pengelola warnet hal tersebut menguntungkan, jangankan ada perasaan ingin ikut membangun generasi bangsa yang lebih baik, kenyataannya malah membiarkan dan bersenang hati ketika warnetnya didatangi oleh siswa padahal masih jam pembelajaran.

            Bagaimana pendidikan dan generasi Indonesia ke depannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar