Senin, 31 Agustus 2015

Apa dan Bagaimana Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks?

Berbicara bahasa Indonesia, sangat unik sekali, satu sisi menjadi bahan yang dipelajari sisi lain menjadi bahan pelajaran yang memang harus dilakukan (komunikasi), bukan sekadar teori. Seperti itu pula amanat Sumpah Pemuda poin ke 3, “Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.”
Berangkat dari itu, maka sebagai pendidik harus bangga membelajarkan mata pelajaran bahasa Indonesia, dan bagi peserta didik harus bangga dan lebih semangat mempelajari bahasa Indonesia, salah satunya dengan pembelajaran berbasis teks.
Pembelajaran berbasis teks dilandasi oleh asumsi bahwa bahasa adalah alat berkomunikasi dan  berkomunikasi adalah kegiatan berwacana dan wacana direalisasikan dalam teks. Dengan asumsi tersebut, maka tugas pembelajaran bahasa adalah mengembangkan kemampuan memahami dan menciptakan teks karena komunikasi terjadi dalam teks atau pada tataran teks. Asumsi inilah yang digunakan sebagai dasar pengembangan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia domain kognitif dan psikomotor dalam kurikulum 2013.

Komunikasi terjadi dalam teks ini dilandasi fakta bahwa kita hidup di dunia kata-kata. Ketika kata-kata itu dirangkai menjadi satu kesatuan untuk mengomunikasikan makna tertentu, itu artinya kita telah menciptakan teks. Ketika kita berbicara atau menulis untuk mengomunikasikan pesan tertentu, itu artinya kita telah menciptakan teks. Ketika kita menyimak atau membaca, itu artinya kita menginterpretasikan makna yang ada dalam teks.
Menciptakan atau menyusun teks untuk tujuan tertentu berarti kita melakukan pemilihan bentuk dan struktur teks yang akan kita gunakan agar pesan tersampaikan secara tepat. Pemilihan bentuk atau struktur teks oleh penutur untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu kegiatan sosial komunikatif ditentukan oleh konteks situasi yang dihadapi (Halliday, 1985). Konteks situasi merupakan kesatuan dari beberapa unsur yang tidak dapat terpisahkan dan saling memengaruhi satu sama lain, yaitu apa yang sedang dibicarakan, siapa yang terlibat dalam pembicaraan tersebut (sifat dan peran masing-masing, serta sifat hubungan antara satu dengan lainnya), saluran yang digunakan (tertulis, lisan, atau kombinasi keduanya, serta tujuan sosialnya (persuasif, ekspositori, deduktif, dsb.).
Suatu tindakan komunikasi yang dilakukan untuk mencapai satu tujuan tertentu diwujudkan dalam bentuk kongkrit berupa teks. Untuk satu tujuan yang sama, biasanya tidak digunakan satu teks yang persis sama selamanya, tetapi bervariasi dalam hal isi maupun bentuk bahasa yang digunakan. Meskipun sama, kemiripan antara teks-teks tersebut dapat dengan mudah diidentifikasi, bahkan oleh orang awam yang tidak memiliki pengetahuan tentang ilmu bahasa atau ilmu komunikasi. Beberapa teks yang memiliki kemiripan dalam tindakan yang dilakukan itulah yang biasanya dikelompokkan dalam satu genre yang sama (Puskur, 2007).
Konsep genre dikaitkan dengan tindakan komunikatif dalam konteks budaya, sedangkan teks pada konteks yang lebih spesifik, yaitu situasi komunikatif yang ada. Satu genre dapat muncul dalam berbagai jenis teks. Misalnya genre cerita, di antaranya, dapat muncul dalam bentuk teks: cerita ulang, anekdot, eksemplum, dan naratif, dengan struktur teks (struktur berpikir) yang berbeda (Mahsum, 2013). Baik genre maupun teks tentunya dapat digunakan sebagai satuan untuk menyusun program pendidikan bahasa. Keduanya sama-sama berkenaan dengan potensi bahasa sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berwacana secara efektif.
Jenis teks dapat dikelompokkan menjadi dua kategori  besar, yaitu teks sastra dan teks faktual (Anderson, 2003).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar