Senin, 31 Agustus 2015

Aspek Kekuatan Historis Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pembelajaran

Sudah sepantasnya kita sebagai warga Indonesia berbangga hati ketika menggunakan bahasa Indonesia, baik dalam pembelajaran, pergaulan, atau sekadar di lingkungan keluarga. Sejarah sudah mencatatkan perjalanan panjang bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional dan bahasa negara. Bagaimana tidak, negara ini pernah dijajah oleh Belanda yang begitu keterlaluan hingga bahasa dalam pembelajaran mesti bahasa Belanda, selanjutnya negara kita pernah dijajah oleh bangsa Jepang, yang memang sebentar, namun “menyakitkan”. Di manapun penjajahan tidak ada yang indah, melainkan menyengsarakan.
          Tentu, rakyat Indonesia tidak mau berdiam diri membiarkan bangsa dan bahasa Indonesia disepelekan dan dibiarkan mati dalam era penjajahan. Dengan segenap perjuangan akhirnya keberanian muncul ketika adanya peran strategis terutama sejak bahasa Indonesia (waktu itu disebut  bahasa Melayu) memiliki sistem ejaan (C. Van Ophuijsen 1901). Bahasa Indonesia mampu menjadi bahasa penerbitan berbagai bacaan rakyat (sastra, surat kabar, majalah), bahasa radio, dan bahasa perhubungan antarsuku bangsa di Indonesia. Saat itu bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi perjuangan kemerdekaan.
Selanjutnya perjuangan terus berjalan, bahkan bahasa Indonesia mampu menyatukan beragam suku bangsa yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasa ke dalam satu kesatuan bangsa Indonesia yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Sumpah pemuda adalah pengakuan terhadap (1) satu kesatuan wilayah (satu tanah air, tanah Indonesia), (2) satu kesatuan bangsa (satu bangsa, bangsa Indonesia), dan (3) satu bahasa persatuan (menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia). Perluasan  wilayah penggunaan  bahasa Indonesia dalam berbagai keperluan tersebut, terutama untuk perjuangan kemerdekaan, telah melahirkan sikap kesetiakawanan, kebersamaan, keikhlasan, kejujuran, pengorbanan, dan kepahlawanan.
Hingga puncaknya saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai wahana untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia (Teks Proklamasi ditulis dalam bahasa Indonesia) serta diakui oleh dunia internasional sebagai negara merdeka. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, bahasa perjuangan yang mampu menyatukan dan membangun keindonesiaan itu menyandang peran amat strategis dan mulia, yaitu menjadi bahasa negara (Pasal 36  Undang-Undang Dasar 1945). Dengan demikian, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan makin kokoh (memiliki landasan hukum) dan terus memainkan peran dalam pencerdasan kehidupan bangsa, sebagaimana amanat pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut. Penempatan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan merupakan pemikiran strategis para pendiri republik ini karena bahasa perjuangan itu ditempatkan sebagai sarana penguasaan ilmu, teknologi, dan seni.

Di Indonesia, terdapat lebih dari 700 bahasa daerah yang masing-masing memiliki tradisi dan kebudayaan, maka kondisi multilingual dalam masyarakat multibudayaal itu akan menyebabkan perkembangan bahasa Indonesia beragam sesuai dengan lingkungan dan budaya masyarakat. Kondisi masyarakat semacam itu makin mengukuhkan kebijakan penguatan dan penataan ulang kurikulum bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak dapat dilakukan secara lokal tetapi harus bersifat nasional.
Indonesia tidak mematikan bahasa daerah justru sebaliknya yakni memliharanya dengan menjadikan bahasa Indonesia sebagai perantaranya. Satu sisi rakyat kita menjadi rakyat secara nasional, yakni rakyat Bangsa Indonesia, sisi lain mencintai kebudayaan, latar belakang, adat istiadat dan kearifan lokalnya (local wisdom).
Masih adakah alasan untuk membiarkan bahasa Indonesia mati, di era modern ini?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar