Sabtu, 02 Mei 2015

Kurikulum dan Cita-cita Pendidikan Indonesia

Kurikulum dan Cita-cita Pendidikan Indonesia

            Beberapa waktu ke belakang hingga kini, dunia pendidikan di Indonesia sedang diuji. Ujian tersebut bukan tanpa alasan. Ketika dunia pendidikan di Indonesia mampu menjalankan ujian tersebut, maka masyarakat Indonesia dan dunia internasional akan terpana, namun ketika ujian di dunia pendidikan tersebut tak mampu dijalani, terlebih dengan saling menyalahkan, maka tak akan ada pandangan yang baik dari rakyat Indonesia maupun dunia Internasional.
            Sebuah langkah ikhtiar dilakukan oleh Menteri di Kabinet Bersatu jilid II, Muhamad Nuh, dengan mengeluarkan Kurikulum 2013, dengan harapan dunia pendidikan di Indonesia semakin baik. Namun kenyataannya, setelah terpilihnya pemerintahan yang baru, dengan Kabinet Kerja dan Menteri Pendidikan yang baru, maka persoalan Kurikulum 2013 dipandang dalam dilema pro dan kontra.

            Kalangan yang pro, menyatakan bahwa Kurikulum 2013 sangat baik untuk memperbaiki moral dan karakter generasi bangsa, namun kalangan yang kontra memandang bahwa penerapan Kurikulum 2013 terlalu premature. Terlepas dari pro dan kontra, dalam kenyataannya, Prof. Anies Baswedan menyatakan bahwa sekolah yang sudah menyelenggarakan Kurikulum 2013 selama 3 semester, maka dipersilahkan melanjutkan, namun bagi sekolah yang baru 1 semester, maka kembali lagi kepada Kurikulum 2006. Dengan pernyataan tersebut, maka tak sedikit satu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan dengan penerapan dua Kurikulum secara langsung yakni, K-13 (Kurtilas) dan K-06 (KTSP).
            Banyak kalangan mulai dari yang awam hingga yang mengerti pendidikan berkomentar. Di antaranya, pembatalan Kurikulum kemungkinan besar ada muatan politik, namun tak sedikit pula yang menyatakan, bahwa dunia pendidikan Indonesia belum perlu melakukan penerapan Kurikulum yang baru, terlebih Menterinya akan “lengser” ternyata meninggalkan PR yang dilema bagi Menteri yang baru. Hingga wacana yang sudah umum ada di masyarakat adalah ganti Menteri ganti Kebijakan, begitu juga dengan kebijakan Kurikulum, ganti Menteri Pendidikan maka ganti Kurikulum.
            Bagaimana harusnya kita yang berjibaku di dunia pendidikan bersikap?
            Lakukanlah yang terbaik untuk genersi bangsa, siswa-siswi kita, Kurikulum memang penting, namun apa artinya kurikulum berganti jika semangat mengajar guru/ pengajar tidak hadir di depan siswa? Buat apa penggantian kurikulum dan berapa kali pula kurikulum berganti, ketika guru tidak masuk memberikan pembelajaran, hasilnya tetap saja nol besar terhadap dunia pendidikan? Mari kita saling mengingatkan, menyemangati untuk memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan Indonesia. Tentunya kita akan merasa senang sebagai guru, ketika anak didik kita mampu sukses menggapai cita-citanya.
            Sudah seharusnya kita bangga dengan profesi sebagai guru, bukan saja mentransfer ilmu pengetahuan, namun kita pun harus mampu memberikan uswah (contoh) bagaimana cara berkehidupan yang bermoral dan berkarakter. Guru adalah model bagi siswa-siswanya, jangan berikan kesempatan kepada mereka meniru model yang tidak baik.



            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar