Sabtu, 02 Mei 2015

Naskah UN dikawal Polisi, Tanda Negara Belum Percaya Pada Guru

Naskah UN dikawal Polisi, Tanda Negara Belum Percaya Pada Guru

            Setiap menjelang pelaksanaan Ujian Nasional (UN), dunia pendidikan Indonesia menjadi bahan pemberitaan. Ada pemberitaan yang positif dan ada juga yang negative, namun sebagian besar yang diberitakan yang negatifnya.
            Mulai dari pemberitaan pro dan kontranya pelaksanaan Ujian Nasional, belum lagi soal Kurikulum 2013 yang premature bagi sebagian kalangan, kebocoran soal, dan bersebarannya kunci jawaban lewat media BBM, sms, hingga grup di internet.
            Semua pihak pasti menyadari, bahwa sebuah kegiatan terlebih dengan skala besar tidak akan terlepas dari kesalahan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Namun, ketika ada kesalahan bukan berarti kegiatan yang dilaksanakan harus dibubarkan, melainkan harus diperbaiki guna ke depannya lebih baik.

            Termasuk di dalamnya pelaksanaan Ujian Nasional, baik jenjang SMA sederajat, SMP maupun SD. Ada beberapa hal yang menjadi perbincangan mengenai pelaksanaan Ujian Nasional. UN sebelumnya ada yang namanya peninjau dari Perguruan Tinggi, ntah apa dan bagaimana tugasnya. Namun, semua itu kini tidak ada, dulu UN dijadikan standar kelulusan, kini hal tersebut tidak berlaku, melainkan kelulusan siswa dikembalikan kepada sekolahnya masing-masing.
            Namun, ada hal yang masih menjadi perbincangan. Kehadiran polisi ketika pengiriman naskah soal UN, sedikit banyaknya menjadi perbincangan disebagain kalangan. Pengawalan soal hingga ke Disdikbud tingkat Kota/Kabupaten setempat, menjadi hal lumrah, termasuk ketika mendistribusikan naskah UN ke titik api yang ditunjuk.
            Bagaimana jadinya jika polisi terus berada dilingkungan ketika Ujian Naisonal berlangsung?
            Itu yang menjadi pertanyaan beberapa pihak. Satu sisi sekolah sibuk dengan administrasi, pengawas, belum lagi guru-guru yang dtugaskan menjadi panitia harus menyiapkan hal-hal yang sepele namun sangat diperlukan, Ketika panitia sibuk dengan kegiatan pelaksanaan UN, ternyata ada pihak polisi yang katanya “mengawasi” penyelenggaraan UN. Kalaulah pelaksanaan UN dilakukan di LP atau rutan, hal tersebut masih bisa ditoleri, dengan alasan takut ada napi yang melakukan tindakan yang tidak diinginkan, seperti kabur atau yang lainnya. Pertanyaannya, apa masih bisa ditoleri bila penjagaan oleh polisi dilakukan di sekolah, yang secara sadar tidak ada narapidananya?

            Mengapa penjagaan oleh polisi saat pelaksanaan UN masih ada? Apa dibenarkan hal tersebut atau ada hal lain yang menjadi kepentingannya? Sebab kita semua tahu, tugas guru itu mengajar dan mendidik, tugas siswa belajar dan dididik, mereka bukan warga binaan layaknya LP dan Rutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar